Tuesday, September 23, 2008

LEARNING BY DO WHAT – IMIGRANT SONG BY LED ZEPPELIN

Ya mari kita nonton TV.
Di National Geographic lagi ada perjalanan ‘Long Way Down’ nya Ewan McGregor dan Charley Boorman yang seru dengan motor BMW menyusuri London - Capetown.
Nah, di TV lokal juga tidak kalah serunya, ‘The Liputan Mudik’ hampir di semua stasiun televisi kita.

Selalu saja menarik dan saya sering sekali mengalami sendiri, menyusuri Sumedang-Kuningan-Purwokerto hingga Yogya menjelang tengah malam.
Sampai hafal liku-liku tikungan dan bagian jalan yang berlubang.
Menariknya lagi karena kita semua tahu bahwa menjelang Lebaran pasti butuh jalan yang lebar dan layak dilintasi, tetapi selalu saja jalan baru dipersiapkan dua bulan sebelumnya.
Padahal mudik adalah ritual tahunan yang penuh drama dan foto-fotoan (mulai nggak jelas nih!).


Dua puluh tahun lalu ketika saya berangkat ke Jakarta sebagai kaum urban dengan koper besar mengadu nasib di sini, setiap tahun pula saya selalu pulang melewati jalur mudik dengan segala macam versi jalan alternatif, jalan tikus sampai jalan kecoa. Nggak perlu GPS karena kalau kesasar justru di situlah dramanya.
Terjebak dan menginap di jalan hampir semua imigran pernah mengalaminya.
Dibelokin polisi berpuluh kilo jauhnya, hampir semua ‘orang Jawa’ merasakannya

Tahun ini karena saya nggak mudik, ya sudah mari nonton liputannya.

Berikut salah satunya, reportase dari dalam bis antar kota non AC yang berdesakan dan pengap.
Mbak Penyiar (MP) :
“Pemirsa saat ini kami berada di dalam bus yang akan membawa para pemudik ke kampung halamannya….Ibu, mau mudik ya Bu?”

Ibu Pemudik (IP) :
“Iya ke Sragen”
(MP) : “Kok naik bis begini Bu? Berdesak-desakan, apa nggak capek Bu?”
(IB) : “Ya capek lah mbak…”
(MP) : “Lama ya Bu perjalanan ke Sragen?”
Si Ibu diam saja, dan saya setuju lebih baik dia diam saja!

Oalah mbak… kalau si ibu itu mampu mencater bus sendiri pasti dia nggak naik bus pengap. Yo wis ben.
Mungkin si mbak penyiar itu dari Ostrali sehingga nggak tau sejauh mana Sragen itu dari Jakarta.

Pindah ke stasiun TV yang lain. Kali ini wawancaranya di kolong jembatan. Si mbak penyiar (penyiar apa penyair sih?) menanyai beberapa ibu tuna wisma dengan serenteng anak-anaknya yang berlarian kesana-kemari.
(MP) : “Kami berada di bawah jembatan layang di mana banyak sekali kami jumpai warga Jakarta yang tidak bisa mudik karena beban hidup yang begitu berat di Ibukota …Selamat siang Bu, kok ibu disini, nggak pengin mudik ya Bu?”
IBJ (Ibu Bawah jembatan) : “Ya pengin mbak”
(MP) : “Trus kenapa nggak mudik Bu?”
(IBJ) : “Nggak ada ongkos…”
(MP) : “Ini anaknya Bu? Kok nggak ditaruh di rumah saja, kan berdebu di sini?”

Rumah nyang mane, whoee…?
Ini lebih lucu lagi.
Kali ini yang ditanya anak-anak kolong yang dekil, entah anak si ibu itu beneran atau anak sewaan.

(MP) : “Adik-adik, kok main di pinggir jalan, nggak bahaya ya? Kok nggak sekolah?”

Oalah mbak… Emploken wis.

Entah kuliah jurnalistik di mana si mbak dengan pertanyaan yang seperti itu. Kok rasanya seperti copywriter menulis headline yang redundant trus minta di approved sama CDnya.

Dan jangan lupa, pertanyaan-pertanyaan itu berulang setiap tahun, sejak (setau saya) dua puluh tahun yang lalu, seperti halnya persiapan jalan mudik yang tidak pernah belajar dari pengalaman bertahun-tahun.

Oalah…nasib kaum urban...
Mari nonton Ewan McGregor naik motor di Afika saja. Minggu ini dia sudah masuk kawasan Sudan.

Wassalam.

6 comments:

Farika said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Anonymous said...

Pertanyaan yg perlu diulang2 dengan keras : sakjane kontribusi negara ke rakyat opo ya? Petani bayar pajak->pajak dipakai utk menggaji pegawai pemerintah->pegawai pemerintah banyak bikin kebijakan yg (ujung2nya) nyusahin petani..nah lo, piye jal???

Soal reporter dungu, itu juga cerminan gagalnya sistem pendidikan to ya?

Tanyakno lagi, apa peran pemerintah selain nyusahin rakyat'e hehehehe

Mendng main airsoft wae yuk..

godote said...

yo nonton ewan yo

Anonymous said...

ga entuk THR yo ga mudik T.T
Nasi Udang i miss u...

Chris

mister::G said...

hahahaaaa.....

AnakAyamNyasar said...

Aih.... kalau hanya mengungkapkan pertanyaan2 yang segitu, kurasa aku juga bisa jadi reporter.. ga perlu kritis, ga perlu nanya hal2 yang mutu...
hehehe....