Wednesday, June 07, 2006

“Sponsorship Disaster” – Forgive me. I wasn’t welcome you

Jam 8.15 hari kedua bencana itu.Semua baru merasa lapar setelah kemarin seharian tidak bersentuhan sama sekali dengan makanan. Dengan motor bebek yang masih tersisa, dicarilah yang namanya makanan itu (apapun bentuknya) sampai ke pinggiran utara kota.
Sungguh bukan hal mudah karena semua orang punya derita yang sama. Tidak ada toko, warung apalagi restoran yang buka.
Semua puing. Begitu juga hati semua orang yang berkeping.
Dan bentuk dari ma-kan-an itu belum juga kelihatan.

Tiba-tiba seorang teman yang aktifis partai kirim SMS :
“Apa kabar teman2, bantuin dong nyari nama/thema untuk membantu Yogya…dst dst”.
Mendadak saya jadi sensitive dan (maaf) tersinggung membaca pesan itu. Begini saya membalasnya :
“Sebenarnya tanpa thema dan namapun, kalau mau membantu akan kami terima dengan syukur luar biasa”
Dan jawabnya :
“Hehehe…namanya juga kepentingan partai politik”
(Apa yang bisa diperbuat selain mengelus dada?)

Dan bentuk dari makanan yang sedari tadi belum juga kelihatan meskipun sudah mulai ke luar kota. Semua kelaparan.

Siangnya mendadak jalan raya macet total dengan mobil-mobil berbendera partai yang menderu-deru. Dengan penumpang yang gagah perkasa menyingkirkan pemakai jalan agar bisa memacu ‘bala bantuan’. Ambulance yang semestinya diprioritaskan untuk berpacu dengan nyawa, dipaksa minggir. Alangkah gagahnya mereka.

Di televisi seorang selebriti sibuk mencetak kaos seragam dan membagi-bagikan kepada team bala bantuan dengan tulisan “Peduli Yogya”.
Semua berjajar gagah perkasa di depan kamera. Bersih dan seragam dengan ketawa renyah menuju medan bencana.

Maafkan saya. Sungguh, maafkan saya.
Karena saya tidak bisa menahan rasa jijik dan muak melihat ‘bala bantuan itu’
Bagi saya bendera, slogan, seragam atau brand sama sekali tidak berarti di saat semua harus berurusan dengan hidup-mati.
Semua berlaku generik.
Kembali ke esensi produk.
Makanan adalah untuk dimakan.
Obat adalah untuk menyembuhkan.
Bantuan adalah untuk menguatkan.

Brand? Slogan? Bendera?
Maafkan saya sekali lagi.
Itu istilah-istilah yang tiba-tiba menjijikkan.

“Old Days. Nowadays” – bunch of childhood memories

We built a house tree here. It called ‘architecture’ todayWe tied up a rubber swing for our first nephewWe spent our laugh and life hereI frame it all. Today