Friday, July 13, 2007

Simply Objective – It’s about pouring thing…

Mbak D.O – seorang human resources director sekaligus membawahi general affair (termasuk menghandel affair-affair di kantor – bahasa opo to iki?) geram sampai gemetaran masuk ke ruang meeting manajemen sebuah ahensi (agency-red).
“Can we talk about this matter?” katanya berapi-api kepada managing director Swedia.
“Yooo…what matter? We are discussing about our revenue now” jawab si Swedia.
“Have you observe our toilet bowl lately?” si mbak makin sengit.
Si Swedia heran, apa yang terjadi dengan toilet? Dia tau sih kalau si mbak barusan pamit dari ruang meeting untuk ke toilet.
Lalu si mbak seperti biasa berbicara meledak-ledak.
“Itu ya… para laki-laki kalau nggak bisa kencing lurus mendingan jadi banci aja!”

Semua yang mempunyai penis saat itu menoleh serentak ke arah si mbak.
“Yo’opo to?”
Muka si mbak masih merah. Dia menjumput risoles sebelum meneruskan protesnya.
“Para lelaki di kantor ini nggak mau mengangkat dudukan toilet, langsung aja kalau kencing cuuuur….belepotan kemana-mana. Jijik tauk…!!!”

Semua yang mempunyai penis serentak tersipu girang (kombinasi aneh, tersipu dan girang). Si mbak semakin antusias.
“Makanya kalau nggak bisa lurus, dipotong aja!”

Sebenarnya protes si mbak beralasan sekali. Waktu itu toilet kami hermaphrodite (satu lubang dipakai laki dan perempuan maksudnyaaa…).
Alangkah tidak enaknya para wanita yang harus duduk di toilet dengan pantat lengket-lengket kena flek bekas kencing para lelaki sekantor.
Kalau disiram dulu kan pantatnya jadi basah dan dingin.
Pilihan yang sangat tidak enak : kering lengket atau basah dingin?

Esok harinya si mbak menyebar email dengan kekuasaannya sebagai direktur HRD tentunya.
Membuat peraturan tentang tata cara dan tata krama menggunakan toilet khusus ditujukan oleh kaum berpenis (meskipun dia bukan lelaki – ndak penting to?).
Kurang puas dengan email, dia tempelkan peraturan itu di pintu toilet (ambiant media hahahahaaa...)
Celakanya….oalah mbak…mbak… peraturan itu dicoret-coret, diplesetin kata-katanya (terbukti bahwa plesetan adalah bagian dari budaya negeri ini), yang membuat si mbak kembali berang dan membawa isu itu di meeting menajemen bulan berikutnya.

Belakangan di negeri tetangga.
Di sebuah urinoir lelaki (nulisnya gimana sih, ntar diprotes kalau salah eja) di Asia Pacific Videolab di tempel stiker yang mengatasnamakan komunitas penunggang Harley Davidson (atau Harson Davidley?), ada logonya segala :

“We aim to please. So please aim properly”

Setiap kali ke tempat itu selalu ingat si mbak. Ternyata sama saja. Para pemilik penis memang kurang ajar (regardless mereka lelaki atau bukan).
Dasar orang iklan, udah jelas objective-nya simple, diminta kencing lurus kok ya masih diputar-putar eksekusinya, huh! Terbiasa mikir complicated!
(Melengos and … cut!)