Tuesday, November 07, 2006

“Culture Dilemma” – What the hell is that?

Berapa kalikah kita dalam sebulan memakai batik? Oke, dalam setahun deh. Buat karyawan BUMN mungkin bisa seminggu sekali, tapi buat karyawan industri yang menghalalkan celana tiga perempat, dua perdelapan, empat perlima atau duapuluh satu per duapuluh tujuh buat ke kantor seperti ini, coba deh di cek di lemari masing-masing ada berapa lembar baju batik?
Atau berapa minus lembar batik yang ada :P

Aku punya beberapa. Tapi belum tentu dalam setahun aku pakai beberapa kali. Karena dalam setahun belum tentu ada beberapa undangan kawinan, kalau toh ada aku lebih suka pakai jas biar tampang aku yang murahan ini sedikit terlihat lebih mahalan. Wajar dong.

Nah masalahnya minggu depan ada kawinan sepupu di Kalimantan.
Seketika yang muncul di kepala adalah isu cross culture.
Artinya, konsep memakai jas Armani atau Hugo Boss (kalau punyaaaaa…) harus cepet-cepet ditanggalkan. Ini masalah identitas.
Kultur Jawa yang melawat ke Samarinda, jadi ya musti jelas konsep kunjungannya.

Maka jatuhlah pilihan ke… batik.

Masalahnya aku memilih untuk tidak memakai batik yang sudah ada, artinya ya harus beli baru.
Maka jadinya…belanja batik.
Alangkah mudahnya belanja batik di Yogya, tinggal ke Mirota Butik pasti nemu batik modern.
Di sini setelah browsing hari pertama, dududuuduuuuu….ternyata harganya tidak murah. Banyak sih yang murah, tapi ini kan masalah kunjungan budaya.
Sekali lagi kultur Jawa melawat ke Samarinda.
Konsep kunjungannya adalah : menghargai yang dikunjungi.
Masak pakai batik apa adanya? Yang sekedar cap-capan soga coklat? Kok rasanya nggak menghormati tuan rumah.
Di sinilah kata-kata : “Dasar Jawa loo…” keluar.
Di sisi lain aku bangga bahwa apresiasi terhadap batik tidak selamanya dihargai murah.
(Meskipun Obien berusaha membuatnya terjangkau. Tapi ini kan bukan batiknya Obien?)


Browsing hari pertama berakhir dengan sebuah dilemma baru. Beli batik atau beli AC ya? Lah?!

Kemudian diikuti dengan beberapa ‘excuses’, sangat predictable.
Ah, pakai yang lama aja gakpapa deh, itu kan juga silk.
Tapi yang di toko itu lhoh warna yang bener.
Ungu pastel dan biru gelap dengan craftsmanship prima pada aksen-aksennya membuatnya sebagai karya seni yang final.
Jadi ini masalah komposisi warna.
Ini juga masalah disain.
Dan masalah fine texture.
It reflects culture, for sure.
It’s a piece of art !

Damn.
Hari kedua diputuskan untuk membeli yang kemarin!

* Learning :
1. Nggak ada kompromi untuk sebuah kualitas
2. Jancuk, kayaknya gajiku kurang deh….(sigh).

10 comments:

Anonymous said...

alhamdulillah, saya masih punya beberapa batik. belum kelas premium sih tapi cukup memberi nuansa lain saat dikenakan sebagai pengganti kebosanan berbaju-T atau berkemeja dengan merek ala plat nomor kendaraan...

...yang juga selalu mengundang tanya "MO KE MANA LO?" qeqeqe. ketika identitas nasional dipertanyakan, it is a cultural dilemma indeed.

glenn_marsalim said...

pantes waktu pinasthika aku pake batik kamu ketawain. aku masih bingung sampe sekarang.
abis baca ini baru ngerti.

rangga said...

batik punya... gak pernah dipake, karena kalo gua pake kok yaaa tampangnya mirip bedinde... paling banter pesuruh (kenapa pesuruh ya, padahal dia yang disuruh2)...

makanya jas yang bolehnya bikin di pasar benhil jadi andalan... biar sedikit mbois

oca said...

kombinasi ungu biru??
i guess coklat will suit for u.

Stevie Sulaiman said...

Bikin batik sendiri aja, Mas, di workshop batik besok Sabtu di Museum Tekstil Tanah Abang :-))

Iman Brotoseno said...

dari tahun 1993 sampai sekarang batikku cuma punya 2 mas,..yang satu beli jadi di Keris galery , yang satu bikin dari bahan yang beli di pasar beringharjo tahun 2003,..dua duanya pas , cucok dan tetap dipakai terus, dari sunatan keponakan, kawinan teman, sampai hearing sama DPR ..untung temen nggak ada yang inget kok batiknya itu itu aja.. he he

mister::G said...

Hehehehe...thanks all for the comments.
"mau kemana lo?" :D

Anonymous said...

Aku punya batik banyak. Salah satunya ada yang berlabel "PLENTONG". Katanya mahal ya?

Anonymous said...

terakhir pake batik pas SD, tiap hari Jum'at :D. Sejak itu udah gak punya batik lagi.

salam kenal mas, ama titip salam buat bejo :).

mister::G said...

Makasih.